Nama:
Muji Riyantoro
NPM:
31109537
Kelas:
3DB21
Mata Kuliah:
Terapan Komputer Perbankan #
Fakultas:
Program Diploma Tiga
Jurusan:
D3-Manajemen Informatika
Dosen:
Tisa Maharani
KD-MK: AK013214
Tugas Tulisan Softskill Semester 6
Perkembangan Perbankan Di Indonesia
Bank merupakan perusahaan yang
bergerak dalam bidang keuangan, artinya aktivitas perbankan selalu berkaitan
dalam bidang keuangan.
Sekilas sejarah ringkas perbankan di
Indonesia
Periode I : Jaminan penjajahan
Belanda sampai kependudukan Jepang. Banyak beroperasinya bank-bank milik
Belanda (De Java Bank, De Nederlandsche Handel Maatschappij, De Nationale
Handelsbank dan Escompto Bank) dan bank-bank lain yang berasal dari Inggris,
Australia dan Cina. Namun ada juga bank milik pribumi yaitu Bank Desa, Lumbung
Desa dan Alegemene Volkscredietbank AVB).
Periode II : Pada tahun pertama
pendududkan Jepang, kantor-kantor bank ditutup. Pada tanggal 20 Oktober 1942
semua bank Belanda, Inggris dilikwidasi namun AVB tidak dilikwidasi.
Periode III : Dibukanya Bank
Industri Negara yang bergerak di bidang pembelanjaan pembangunan khususnya
industri dan pertambangan.
Periode IV : Merupakan periode orde
baru, dimana perekonomian terpimpin diganti menjadi perekonomian yang lebih
demokratis. Bank-bank pemerintah pun dikembalikan menjadi bank umum dengan
tugas khusus.
Kondisi Perbankan Semakin Membaik
Kondisi perbankan di Indonesia semakin membaik meski tekanan krisis keuangan global semakin terasa. Hal tersebut terlihat dari berkurangnya keketatan likuiditas perbankan dan tumbuhnya total kredit perbankan.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Mulyaman D Hadad mengatakan, berdasarkan data perkembangan terakhir, keketatan likuiditas sudah berkurang. “Dalam 2 bulan terakhir likuiditas mulai berkurang, tapi masih menjadi perhatian kita,” kata Mulyaman.
Bertambahnya likuiditas perbankan tersebut karena ada pelonggaran ketentuan Giro Wajib Minimum (GWM) dan peningkatan Dana Pihak Ketiga (DPK), sedangkan total kredit tahun per tahun tumbuh 37,1 persen. Kredit investasi juga mencatat pertumbuhan tahunan tertinggi 42,9 persen, kredit modal kerja tumbuh 39 persen, kredit konsumsi tumbuh 33 persen.
Adapun tingkat kredit macet (Non Performing Loan/NPL) relatif stabil 3,9 persen. Kecukupan modal perbankan (CAR) juga masih tinggi mencapai 16 persen.
“Risiko kredit dan risiko pasar masih tergolong rendah, namun berpotensi meningkat apabila pemburukan ekonomi global berlanjut,” tutur Mulyaman.
Lebih lanjut Mulyaman memperkirakan, jika pertumbuhan ekonomi berada di kisaran 4,9-5 persen, pertumbuhan kredit bisa mencapai 15-20 persen di tahun 2009 mendatang.
Kondisi perbankan di Indonesia semakin membaik meski tekanan krisis keuangan global semakin terasa. Hal tersebut terlihat dari berkurangnya keketatan likuiditas perbankan dan tumbuhnya total kredit perbankan.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Mulyaman D Hadad mengatakan, berdasarkan data perkembangan terakhir, keketatan likuiditas sudah berkurang. “Dalam 2 bulan terakhir likuiditas mulai berkurang, tapi masih menjadi perhatian kita,” kata Mulyaman.
Bertambahnya likuiditas perbankan tersebut karena ada pelonggaran ketentuan Giro Wajib Minimum (GWM) dan peningkatan Dana Pihak Ketiga (DPK), sedangkan total kredit tahun per tahun tumbuh 37,1 persen. Kredit investasi juga mencatat pertumbuhan tahunan tertinggi 42,9 persen, kredit modal kerja tumbuh 39 persen, kredit konsumsi tumbuh 33 persen.
Adapun tingkat kredit macet (Non Performing Loan/NPL) relatif stabil 3,9 persen. Kecukupan modal perbankan (CAR) juga masih tinggi mencapai 16 persen.
“Risiko kredit dan risiko pasar masih tergolong rendah, namun berpotensi meningkat apabila pemburukan ekonomi global berlanjut,” tutur Mulyaman.
Lebih lanjut Mulyaman memperkirakan, jika pertumbuhan ekonomi berada di kisaran 4,9-5 persen, pertumbuhan kredit bisa mencapai 15-20 persen di tahun 2009 mendatang.
BI Rate Naik, Bagaimana Kondisi
Perbankan Indonesia?
(Vibiznews – Banking) – Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada hari ini, 5 Juni 2008, memutuskan untuk menaikkan BI Rate sebesar 25 bps menjadi 8,50%. Kenaikan BI Rate ini ditetapkan setelah mencermati perkembangan terkini baik perekonomian global maupun domestik.
(Vibiznews – Banking) – Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada hari ini, 5 Juni 2008, memutuskan untuk menaikkan BI Rate sebesar 25 bps menjadi 8,50%. Kenaikan BI Rate ini ditetapkan setelah mencermati perkembangan terkini baik perekonomian global maupun domestik.
“Masih tingginya harga komoditas
energi dan bahan pangan dunia serta dampak kenaikan harga BBM memberikan
tekanan pada inflasi di tahun 2008. Bank Indonesia juga melihat bahwa tren
peningkatan permintaan domestik turut memberikan tekanan pada inflasi inti.
Perkembangan ini mendasari pertimbangan Bank Indonesia untuk menaikkan BI Rate
pada bulan ini,” demikian disampaikan Gubernur Bank Indonesia, Boediono
Boediono selanjutnya menyampaikan,
“Inflasi pada 2008 kemungkinan akan meningkat pada kisaran 11,5-12,5% (yoy).
Namun kami memperkirakan bahwa dengan berbagai kebijakan yang telah dan akan
dilakukan, baik oleh Bank Indonesia maupun Pemerintah, inflasi akan kembali
mengarah ke satu digit di tahun 2009 pada kisaran 6,5%±1%. Bank Indonesia akan
memfokuskan pada upaya meredam dampak tidak langsung dari kenaikan harga BBM
dan pangan. Untuk itu, Bank Indonesia akan memanfaatkan secara optimal seluruh
piranti moneter yang ada, baik melalui BI Rate, pengendalian volatilitas nilai
tukar, penyerapan ekses likuiditas, optimalisasi Operasi Pasar Terbuka (OPT),
maupun kebijakan-kebijakan lainnya.”
Selanjutnya, dalam rangka optimalisasi pengendalian OPT, maka terhitung sejak tanggal 9 Juni 2008, Bank Indonesia akan melakukan perubahan sasaran operasional dari suku bunga SBI 1 bulan menjadi suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N). Dengan perubahan tersebut, Bank Indonesia akan menjaga pergerakan suku bunga PUAB O/N disekitar level BI Rate”, demikian tambah Boediono.
Selanjutnya, dalam rangka optimalisasi pengendalian OPT, maka terhitung sejak tanggal 9 Juni 2008, Bank Indonesia akan melakukan perubahan sasaran operasional dari suku bunga SBI 1 bulan menjadi suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N). Dengan perubahan tersebut, Bank Indonesia akan menjaga pergerakan suku bunga PUAB O/N disekitar level BI Rate”, demikian tambah Boediono.
“Penerapan inflation targeting
framework dalam rejim nilai tukar mengambang bebas akan tetap menjadi pegangan
Bank Indonesia. Upaya menjaga volatilitas nilai tukar merupakan unsur penting
dari kebijakan tersebut dalam menurunkan tekanan inflasi. Ke depan, Bank
Indonesia melihat ruang bagi apresiasi rupiah, sejalan dengan dukungan Neraca
Pembayaran Indonesia (NPI)”, tambah Boediono.
Inflasi IHK Mei 2008 secara bulanan
berada jauh di atas pola historisnya dan meningkat menjadi 1,41% dari 0,57% di
bulan sebelumnya. Sementara itu, secara tahunan, inflasi Mei 2008 tercatat
sebesar 10,38% atau meningkat signifikan dibanding inflasi tahunan bulan sebelumnya
(8,96%). Dengan perkembangan tersebut, inflasi year-to-date sampai dengan bulan
Mei 2008 telah mencapai 5,47%.
Kenaikan harga BBM bersubsidi di
akhir bulan memberi dampak yang signifikan pada peningkatan laju inflasi Mei
2008. Aksi menaikkan harga berbagai komoditas menjelang kenaikan harga BBM
berkontribusi terhadap tingginya inflasi Mei 2008. Mengingat bahwa dampak
kenaikan BBM diperkirakan belum sepenuhnya terefleksi pada inflasi di bulan Mei
2008 maka tekanan inflasi akibat kenaikan harga BBM diperkirakan masih akan
berlanjut kembali di bulan-bulan selanjutnya.
Dampak Peningkatan Inflasi Terhadap
Dunia Perbankan
(Vibiznews – Banking) – Bagaimana dampak atas kenaikan inflasi yang diumumkan oleh BPS kemarin? Apakah hal ini berpengaruh signifikan terhadap dunia perbankan? Tentunya pertanyaan ini menjadi pertanyaan besar dalam benak kita semua. NPL perbankan asing mengalami peningkatan dalam kuartal pertama ini disertai dengan turunnya asset serta laba perbankan dibandingkan dengan periode sebelumnya.
(Vibiznews – Banking) – Bagaimana dampak atas kenaikan inflasi yang diumumkan oleh BPS kemarin? Apakah hal ini berpengaruh signifikan terhadap dunia perbankan? Tentunya pertanyaan ini menjadi pertanyaan besar dalam benak kita semua. NPL perbankan asing mengalami peningkatan dalam kuartal pertama ini disertai dengan turunnya asset serta laba perbankan dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Sebagai contoh : Citibank,
mencatatkan peningkatan NPL gross menjadi 7,33% dari posisi sebelumnya 4,75%.
NPL net meningkat menjadi 0,99% dari sebelumnya 0%. Rasio kredit terhadap dana
pihak ketiga bank tersebut juga menurun menjadi 73,60% dari semula 81,43%,
demikian juga net interest margin (NIM) menjadi 7,95% dari 8,85%. Nilai aset
Citibank dari posisi akhir tahun lalu Rp45,02 triliun menurun pada akhir
kuartal pertama menjadi Rp43,14 triliun. Namun, secara year-on-year aset
mengalami kenaikan dibandingkan dengan Maret 2007 sebesar Rp37,92 triliun.
HSBC mencatatkan kenaikan NPL gross
dari posisi semula 10% menjadi 11%. Namun, indikator keuangan lainnya, seperti
DPK, realisasi kredit dan laba mengalami kenaikan. Sedangkan. kenaikan NPL
terbesar kategori bank asing dialami Standard Chartered dari posisi Maret 2007
pada level 4,2% menjadi 6,29% (y-o-y). Sementara itu, ABN Amro meski mengalami
penurunan NPL gross, rasio kredit bermasalah net-nya mengalami kenaikan dari
0,51% menjadi 0,58%.
Hal ini menandakan rendahnya
kemampuan masyarakat dalam membayarkan kredit. Hal ini ditopang oleh nilai uang
yang semakin tidak berarti dalam era modern ini dikarenakan inflasi telah
menggerogoti nilai mata uang Indonesia. Ditambah lagi, semakin banyak
pengannguran yang tercipta akibat inflasi
Pihak Bank Indonesia sedang
mempertimbangkan sebuah kebjakan moneter sebagai aksi atas efek dari kenaikan
harga BBM Bersubsidi 28,7 persen pada 23 Mei lalu. Beberapa pilihannya antara
lain adalah instrument suku bunga dan likuiditas. Kebijakan ini diambil agar
kenaikan harga BBM tidak akan merembet kemana-mana. Tentunya hal ini harus
diimbangi dengan tindakan bantuan dari pemerintah sehingga tidak hanya
menggunakan instrument moneter guna mengatasi inflasi. Mungkin instrument fiskal
tepat untuk dilakukan.
Tindakan BI jika menaikan suku bunga
akan membuat dunia pasar modal menjadi semakin terkoreksi menuju titik
terendah. Hal ini dibuktikan dengan pengumuman tingkat inflasi yang telah
merendahkan Indeks Harga Saham Gabungan pada perdagangan kemarin. Kebijakan
Bank Indonesia dalam menaikan suku bunga akan menambah beban yang akan
ditanggung oleh Bank Indonesia dalam membayarkan bunga sehingga posisi ini akan
membuat Bank Indonesia mengalami defisit dalam laporan keuangan yang mereka laporkan.
Perkembangan Perbankan di Indonesia
dr tahun 1945 – 2002
-Perkembangan Perbankan di Indonesia
Setelah Indonesia merdeka pada bulan Agustus1945, sebagian besar bank di
Indonesia adalah berasal dari lembaga keuangan Belanda yang telah beroperasi
antara dua hingga tiga dekade di Indonesia. Lembaga-lembaga tersebut digunakan
untuk mengeksploitasi Indonesia bagi keuntungan Belanda VOC (Verenigde
Oost-IndischeCompagnie). Bank-bank Indonesia sendiri baru mulai didirikan pada
tahun 50-an dengan adanya ketentuan pemerintah pada saat itu,
untukmenasionalisasikan dan menyita ratusan parusahaanmaupun lembaga keuangan
milik Belanda ataunegara-negara sekutu.
-Komite Ekonomi saat itu, Dekon,
yang terdiri dari kaum intelektual Indonesia dengan latar belakang pendidikan
Belanda – memulai industri perbankan pada tahun 50an dengan satu bank sentral
(juga berfungsi sebagai bankkomersial), empat bank komersial yang semuanya
adalah hasil nasionalisasi bank Belanda, 100 bank swasta kecil dan empatbank asing
– untuk memfasilitasi perdagangan. Tujuan industri perbankan pada saat itu
adalah untuk memfasilitasi perdagangan internasional dan membiayai
proyek-proyek pemerintah termasuk pengembangan insfrastuktur dan industri. Pada
tahun 1968, Bank Indonesia selaku banksentral, memberhentikan fungsi
komersialnya dan secarapenuh beroperasi sebagai bank sentral termasuk Mengawasi
industri perbankan .Berperan sebagai fasilitator pembayarano Mengatur industri
perbankano Menjaga kestabilan keuangan melalui pengontrolan yang lebih baik
atas persediaan uang.
-Saat itu bank-bank swasta dan
bank-bank joint venture mulai bermunculan.Pada waktu itu bank-bank swasta utama
mendapat fasilitas khusus dari pemerintah sebagai ganti pembiayaan atas mereka
pada berbagai proyek di sektor ekonomi. Sebaliknya bank pemerintah hanyalah
merupakan kepanjangan pemerintah untuk mendistribusikan dana pemerintah
tanpaperlu berlaku efisien, efektif dan kompetitif secara strategis. Adanya
dualisme dalam tujuan telah memperlemah industri perbankan Indonesia secara
umum mengingat bahwaseluruh bank pemerintah mengontrol lebih dari 80
persenkredit yang didistribusikan kepada pasar.Pemikiran seperti ini menjadi
masalah biasa pada bank-bank pemerintah hingga krisis yang terjadi di Asia pada
tahun 1997.Bahkan hingga kini saat kebanyakan dari mereka masih menjalankan
restrukturisasi dan reorientasi besar-besaran.
-Jatuhnya Industri Perbankan
Indonesia, jatuhnya industri perbankan Indonesia secara garis besar adalah
karena dikeluarkannya Paket Deregulasi SektorKeuangan 27 October 1988 (PAKTO
88), dan krisis moneter hanya merupakan pencetus yang mempercepat jatuhnya
sektor perbankan. Dengan dikeluarkannya PAKTO 88, jumlah bank dan kantor cabang
meningkat tajam antara tahun 1989 dan 1990. Jumlah bank komersial naik 50
persen dari 111 bank pada Maret 1989menjadi 176 bank pada Maret 1991.
-Untuk menarik investor asing agar
menghasilkan bisnis yangmenguntungkan, pemerintah mengizinkan pendirian bank
joint venture. Peraturan yang baru sangat efektif. Jumlah bank komersial lokal
meningkat dari 63 tahun 1988 menjadi 144 tahun 1997o Jumlah kantor cabang naik
dari 559 tahun 1988 menjadi 4.150 tahun 1997
-Jumlah bank asing, termasuk bank
joint venture, tumbuh dari 11 tahun 1988 menjadi 44 tahun 1997, dengan jumlah
kantor cabang meningkat dari 21 menjadi 90 di tahun yang sama. Bank Pemerintah
meningkat dari 815 tahun 1988 menjadi 1,527 tahun 1997. Banyak bank lokal yang
didirikan sebagai bagian dari kelompok perusahaan besar.Bank-bank tersebut
memberikan pendanaan untuk mendukung pertumbuhan bisnis kelompok usahanya.
-Jatuhnya Industri Perbankan
Indonesia pada tahun 1998, ekonomi Indonesia jatuh dimana tidak seorangpun yang
dapat menyelamatkan. Minimnya likuiditas dan hilangnya kepercayaan masyarakat
padasektor perbankan menghasilkan saldo negatif (negativebalance) pada clearing
account bank-bank tersebut dengan Bank Indonesia.Kepailitan sektor keuangan di
Indonesia terlihat denganadanya liquidasi terhadap 16 bank swasta oleh Bank
Indonesia pada tahun 1998. Masyarakat banyak yang menarik uang dari tabungannya
dan membuat masalah likuiditas pada bank-bank tersebut. Untuk mengantisipasi
kondisi tersebut, pemerintah memberikan bantuan likuiditas kepada bank-bank
yang mengalami masalah dan program garansi kepada deposito masyarakat.
-Bangkitnya perbankan Indonesia
perkembangan industri perbankan Indonesia setelah krisisekonomi tidak dapat
dipisahkan dengan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Lembaga ini didirikan
pada tahun 1998 untuk mendapatkan kembali kepercayaan masyarakat pada industri
ini, merestrukturisasi, menjualaset dan memulihkan kembali dana bantuan
pemerintah yang telah disuntikkan untuk mencegah keterpurukan industri
perbankan serta menutup defisit anggaran negaradan mempersiapkan transisi
industri perbankan sebelum BPPN dibubarkan. BPPN telah berhasil mendivestasikan
ataupun memprivatisasikan semua bank-bank pemerintah besar yang selama ini
dikenal sebagai fondasi industri perbankan Indonesia.
-Perkembangan Perbankan di Indonesia
Dalam dunia Perbankan di Indonesia dalam kurun waktu belakangan ini mengalami
berbagai macam perubahan.
Dalam pembahasan ini Kita bahas 4
macam periode yang pernah terjadi di Indonesia :
1. Dari tahun 1988-1996
2. Dari tahun 1997-1998
3. Dari tahun 1999-2002
4. sampai sekarang.
1. Periode 1988 – 1996
dikeluarkannya paket deregulasi 27 Oktober 1988 (Pakto88), antara lain berupa
relaksasi ketentuan permodalan untuk pendirian bank baru telah menyebabkan
munculnya sejumlah bank umum berskala kecil dan menengah. Pada akhirnya, jumlah
bank umum di Indonesia membengkak dari 111 bank pada Oktober 1988 menjadi 240
bank padatahun 1994‐1995, sementara jumlah Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
meningkat drastis dari 8.041 pada tahun 1988 menjadi 9.310 BPR pada tahun 1996
2. Periode 1997 – 1998 Pertumbuhan
pesat yang terjadi pada periode 1988 – 1996 berbalik arah ketika memasuki
periode 1997 – 1998 karena terbentur pada krisis keuangan dan perbankan. Bank
Indonesia, Pemerintah, dan juga lembaga‐lembaga
internasional berupaya keras menanggulangi krisistersebut, antara lain dengan
melaksanakan rekapitalisasi perbankan yang menelan dana lebih dari Rp 400 triliunterhadap
27 bank dan melakukan pengambilalihan kepemilikan terhadap 7 bank lainnya.
Secara spesifik langkah‐langkah yang dilakukan untuk menanggulangi krisis keuangan
dan perbankan tersebut adalah: Penyediaan likuiditas kepada perbankan yang dikenal
dengan Mengidentifikasi dan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI)
merekapitalisasi bank‐bank yang masih memiliki potensi untuk melanjutkan kegiatan
usahanya dan bank‐bank yang memiliki dampak yang signifikan terhadap Menutup
bank‐bank yang bermasalah dan kebijakannya melakukan . Mendirikan
konsolidasi perbankan dengan melakukan marger lembaga khusus untuk menangani
masalah yang ada di industri perbankan seperti Badan Penyehatan . Memperkuat
Perbankan Nasional (BPPN) kewenangan Bank Indonesia dalam pengawasan perbankan
melalui penetapan Undang‐Undang No. 23/1999 tentang Bank Indonesia yang menjamin
independensi Bank Indonesia dalam penetapan kebijakan.
3. Periode 1999 – 2002 Krisis
perbankan yang demikian parah pada kurun waktu 1997–1998memaksa pemerintah dan
Bank Indonesia untuk melakukanpembenahan di sektor perbankan dalam rangka
melakukan stabilisa sisistem keuangan dan mencegah terulangnya krisis. Langkah
Memperkuat kerangka .penting yang dilakukan sehubungan dengan itu adalah:
pengaturan dengan menyusun rencana implementasi yang jelas untuk memenuhi 25
Basel Core Principles for Effective Banking Supervision yang menjadi standard .
Meningkatkan internasional bagi pengawasan bank infrastruktur sistem pembayaran
dengan mengembangkan Real . Menerapkan bank guarantee scheme untuk Time Gross
Settlements (RTGS) melindungi simpanan . Merekstrukturisasi kredit masyarakat
di bank macet, baik yang dilakukan oleh BPPN, Prakarsa Jakarta maupun
Indonesian Debt Restrukturing Melaksanakan program Agency (INDRA)
privatisasi dan divestasi
untuk bankbank BUMN dan bank‐bank yang Meningkatkan persyaratan modal bagi pendirian bank baru.
untuk bankbank BUMN dan bank‐bank yang Meningkatkan persyaratan modal bagi pendirian bank baru.
Sumber :
http://www.sripoku.com/Kondisi-Perbankan-Semakin-Membaik.htm
buku ekonomi uang dan bank. Penerbit Gunadarma
buku ekonomi uang dan bank. Penerbit Gunadarma
http://wenysilvia130706.blogspot.com/2009/11/perkembangan-perbankan-dindonesia.html
http://www.slideshare.net/Reo_Marfeeza/perkembangan-perbankan-di-indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar